Hari Nasi Kuning Nasional - Brosense Hari Nasi Kuning Nasional | Brosense

Hari Nasi Kuning Nasional

 jadi kalau di dalamnya ada kesamaan nama tokoh Hari Nasi Kuning Nasional
ilustrasi nasi kuning

Tulisan ini hanyalah kenyataan belaka, jadi kalau di dalamnya ada kesamaan nama tokoh, kawasan kejadian, ataupun cerita, itu yakni tidak kebetulan semata tapi memang disengaja dan ada unsur kesengajaan.

Sekarang yakni suatu hari yang bertepatan dengan hari raya imlek. Meski masih sangat buta dan hujan gerimis terus mengguyur semenjak adzan subuh berkumandang, keadaan ibarat itu tak lantas menciptakan si mamih pedagang nasi kuning keliling libur berjualan.

Berjalan dari rumah ke rumah sambil berteriak 'nasi kuning... nasi kuning...' seakan sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari. Berdasarkan obrolan yang pernah saya lakukan pada tempo hari, aktivitas menyehatkan ibarat itu, katanya 'ia lakukan demi mendapat beberapa lembar rupiah uang untuk menafkahi anak dan suaminya'.

Waktu itu jarum jam dinding gres saja membuktikan pukul 05:30 WIA (waktu Indonesia bab aku) dan tepat pada pukul 05:40, si Mamih pedagang nasi kuning tersebut melewati ke depan saya yang kebetulan ketika itu sedang menikmati secangkir kopi, teh sariwangi, energen, susu, singkong rebus, bala-bala (bakwan), sebatang rokok, segarnya angin, dan indahnya sekelompok rintik hujan yang terus mengalir mencari-cari kawasan resapan.

"Maklum, zaman kini hampir semua jalanan disemen. Jadi, jangan heran apabila suatu ketika air hujan kebingungan, dan masuk ke dalam rumah."

Tapi meskipun kenyataannya di mana-mana ibarat itu, alhamdulilah, di lingkungan RT saya masih ada kawasan resapan untuk air hujan. Jika pemirsa semua merasa ingin tau ibarat apa kawasan resapan air tersebut, maka akan saya jabarkan secara tidak detail.

Jadi beberapa belas bulan yang lalu, pemerintah secara serentak mengatakan santunan untuk perbaikan jalan gang di seluruh Indonesia. 

Dikarenakan sebagian jalur di RT saya di kerjakan oleh pemborong sampah yang lebih mengutamakan laba daripada kualitas, jadi beberapa ahad sehabis perbaikan, jalanan pun kembali hancur berserakan. 

Dan berdasarkan saya sendiri, itu alhamdulillah banget! Karena sebaik-baiknya kawasan resapan air yakni jalanan gang yang rusak parah. 

Karena merasa iba kepada si Mamih yang bajunya mulai dibasahi oleh gerimis sambil membawa beberapa bungkus nasi kuning yang ditutupi dengan plastik, alhasil saya pun tetapkan untuk memperlihatkan jasa sewa payung dengan tarif Rp10.000/hari. Namun, si Mamih menolaknya dengan alasan:

"Hehe. Gak apa-apa ncep, mamih mah sudah terbiasa kehujanan, kan mamih mah pencinta hujan."

"Ya udah atuh mih, nasi kuningnya 1 kilo!"

"Mangga ncep" (kata mangga yang dimaksud si Mamih di sini tentu saja bukan buah, tapi sebuah kata yang artinya 'silahkan').

Sebagai suplemen informasi, kalau merujuk kepada kamus besar bahasa Indonesia dan EYD (ejaan yang disempurnakan) penulisan kata yang benar itu bukan silahkan, tapi silakan.

Kini jam di hp sudah bertuliskan 06:05, hujan gerimis serta tiupan angin semakin membesar, namun bulan purnama belum juga mau memancarkan sinarnya.

Dengan kondisi cuaca ibarat itu, saya pun mengambil kesimpulan, bahawa itulah waktu yang tepat untuk menikmati 4 bungkus nasi kuning. Jadi, hari itu saya sarapan nasi kuning tepat pada pukul 06:10 WIB.

Selain mempunyai rasa yang sangat enak, (menurut saya pribadi) topingnya juga sangat lengkap, sesuai dengan SNI (standard nasi kuning Indonesia); irisan telur dadar, irisan cabai merah, satu tangkai daun kemangi, 5 keping mentimun, sambal tomat,

kerupuk, tempe, taburan bawang goreng, bihun, sendok plastik, 1 buah buku resep nasi kuning kukus mudah Istimewa bumbu jawa anyir dan gurih untuk jualan, dan 2 keping CD panduan cara menciptakan nasi kuning dengan magic com untuk 30 orang.

Beberapa jam telah berlalu, hangatnya sinar matahari kini mulai terasa, tapi saya merasa curiga, jangan-jangan, itu yakni hawa panas dari daun-daun kering yang saya bakar. Jarum pendek pada jam dinding sudah tak lagi berada di angka 6, tapi sudah bersemayam di angka 08. Itu artinya, waktu ketika ini yakni pukul 08:00 WIB.

Ketika saya sedang khusyuk membersihkan sisa-sisa pembakaran, tiba-tiba saja bibi saya mengatakan 2 bungkus nasi kuning yang dibungkus dengan kertas nasi lengkap dengan kerupuknya.

Namun nasi kuningnya sedikit berbeda dengan yang tadi saya beli, karena, nasi kuning tersebut tidak dibeli dari si Mamih yang tadi berkeliling, melainkan dibeli di tetangga saya yang kebetulan berjualan nasi kuning.

Karena hari itu saya hendak mencari rumput ke sawah orang lain, dan tentu saja akan membutuhkan lebih banyak energi, jadi dengan terpaksa saya pun kembali mencuci tangan untuk menikmati 2 bungkus nasi kuning tanpa sendok.

Hanya dalam waktu 5 menit saja, nasi kuning kini sudah tidak terlihat, dan yang ada hanyalah 2 bungkus kertas nasinya saja. Setelah itu, saya kemudian berjalan ke arah barat, menuju sebuah sawah yang padinya sudah mulai menguning.

Namun sayang, sesampainya di sana, bukan rumput yang saya lihat di pinggiran sawah, melainkan goresan pena "Rumput ini sengaja ditanam" jadi secara tidak langsung, si pemilik sawah melarang siapa saja mengambil rumput di situ.

Dan akhirnya, saya pun eksklusif balik kanan untuk kembali pulang ke rumah dengan karung hampa di tangan. Tak lama, sesampainya di rumah tiba-tiba saja emak saya tiba dengan menjinjing 1 box nasi kuning di tangan. Namun sebelumnya, terjadi obrolan singkat selama beberapa jam antara saya dan emak saya.

"Itu bawa apa mak?"

"Ini, nasi kuning"

"Nasi kuning dari mana?"

"Dari pengajian"

"Beli?"

"Enggak, dikasih cuma-cuma"

"Oh, kirain ada yang bisnis nasi kuning dengan cara pura-pura mengadakan program pengajian"

"Akal-akalan gimana maksudnya?"

"Iya pura-pura ibarat caleg yang waktu itu tea, ketika lagi musim-musim kampanye, dulu hampir tiap ahad kan, ngadain pengajian?"

"Kenapa akal-akalan?"

"Iya kan sehabis trend pemilunya selesai, program pengajian mingguannya pun ke laut, sama ibarat calegnya, ke laut"

"Ah, gak ngerti emak mah"

"Ngomong-ngomong, tadi semua ibu-ibu di sini ikut menghadiri program pengajian?"

"Nggak semuanya, cuma yang sudah punya seragam saja. Malu katanya, kalau pakaiannya gak sama"

"Kenapa gak punya seragam?"

"Kan enggak beli"

"Kenapa enggak beli?"

"Gak punya uang katanya"

"Emang harga seragamnya jutaan?"

"enggak, cuma ratusan ribu"

"Berarti gak mahal dong"

"Hidup itu harus bijaksana! Bagi sebagian orang, mungkin ratusan ribu bukanlah sebuah nilai. Tapi bagi sebagian orang yang lainnya, ratusan ribu yakni sebuah kehidupan yang sangat berarti"

"By the way, menghadiri program pengajian harus pake seragam itu pandangan gres siapa mak?"

"Ide ibu ketua dong pastinya"

"Tapi mak, tampaknya itu bukan pandangan gres deh"

"Emang apaan?"

"Itu yakni taktik setan dalam rangka merubah wujudnya menjadi seragam pengajian"

"Emang buat apa setan bermetamorfosis menjadi seragam pengajian?"

"Ya buat menghalangi orang-orang yang masih lemah imannya pergi ke majlis ilmu. Karena dengan cara ibarat itu, setidaknya mereka akan merasa aib kalau tiba ke pengajian tanpa menggunakan seragam. Dan rasa aib itulah yang alhasil akan selalu menghalangi mereka ketika akan menambah ilmu pengetahuan agama."

"Kenapa yang dihalangi hanya orang-orang yang lemah imannya saja"

"Ya Kalau yang imannya sudah berpengaruh mah, meski tanpa menggunakan seragam pengajian, mereka akan tetap mendatangi program pengajian. Lagian ngapain juga harus mengikuti isyarat sampah ibarat itu!"

"Instruksi sampah gimana maksudnya?"

"Iya isyarat kalau menghadiri pengajian harus menggunakan seragam"

"Oh itu yang namanya isyarat sampah?"

"Ya ibarat itu. Tapi ngomong-ngomong, emang emak gak punya niat gitu, buat ngasih yang lainnya seragam? Dengan cara patungan misalnya?"

"Ya kalau emak mah ngikutin gimana ibu ketua aja"

"Ya kalau misalkan ibu ketuanya gak punya inisiatif atau pikirannya gak nyampe ke sana mah, pake uang emak aja atuh!"

"Iya sebetulnya emak juga pengen sih beliin mereka seragam"

"Terus kenapa enggak?"

"Iya kan kau tahu sendiri, makan sehari-hari saja kita harus mengacak-ngacak kawasan sampah di depan rumah orang, untung saja setiap hari selalu ada orang yang membuang sisa makanan"

"Iya juga ya mak. Di ketika kita susah payah mencari-cari sisa masakan di kawasan sampah, kenapa di ketika itu pula sebagian orang dengan besar hati menyisakan masakan untuk dibuang ke kawasan sampah.

"Sebenarnya mereka itu menyisakan masakan untuk kita nak, tapi mereka memberinya secara tidak langsung"

"Tidak eksklusif gimana mak?"

"Ya mereka memberinya melalui kawasan sampah yang sering kita koreh setiap hari"

"Seandainya mereka mengatakan makanan-makanan itu kepada kita beberapa hari sebelum dibuang ke kawasan sampah, mungkin akan menjadi sebuah investasi mereka di alam abadi ya mak?"

"Ya, tapi entahlah, tersering mereka lebih suka membuangnya ke kawasan sampah daripada mengatakan makanan-makanan tersebut ketika masih dalam keadaan segar bugar.

Sayup-sayup terdengar bunyi adzan ashar berkumandang dari salah satu masjid yang terletak di ujung desa, hujan deras yang disertai angin pun kembali membasahi tanah di sekitaran kampung ayam. (nama sebuah kota di negara kesatuan republik koruptor yang kini sudah disulap menjadi jalan tol).

Seiring dengan petir yang sedang mengiringi rahmat Alloh swt, terlihat seseorang bangun membawa payung di depan teras rumah.

Setelah ditemui, ternyata ia yakni istri dari pak haji yang hendak mengatakan 1 paket nasi kuning. Katanya, itu yakni dalam rangka syukuran khitanan anaknya. Tak tanggung-tanggung pemirsa, nasi kuning yang diberikan pun bukanlah nasi kuning kaleng-kaleng ibarat pada umumnya.

Karena secara sepintas saja, sudah terlihat 1 potong ayam bakar lengkap dengan kecapnya, setumpuk salad, beberapa potong martabak, 1 botol minuman bersoda yang berinisial fanta, 1 plastik kerupuk, sedotan, AQUA gelas bermerek minola, dan masih banyak lagi yang lainnya. (Mohon maaf, tidak dapat saya sebutkan semuanya, alasannya ini menyangkut privacy seseorang).

Semakin usang hujan kian membesar, dan saya gres menyadari kalau nasi kuning tersebut merupakan nasi kuning yang ke sekian kalinya.

"Gila! Apakah hari raya imlek kini ini bertepatan dengan hari nasi kuning nasional?" Begitulah kira-kira, mantra yang saya ucapkan sebelum pergi mengambil bejana ke dapur.

Suasana gelap secara perlahan mulai menyelimuti, dan itu terlihat terang melalui beberapa genteng beling yang terpasang di atas dapur. Meski sore ini langit tidak tiba bersama senjanya, saya harap para penanti senja tidak merasa kecewa akan hal itu, alasannya masih ada bunyi adzan maghrib untuk dinantikan.

Sudah menjadi sebuah tradisi bebuyutan kalau di kampung saya, menjelang waktu maghrib, di beberapa masjid akan terdengar bunyi orang tua bawah umur menyanyikan semacam do'a-do'a dan semacamnya melalui sebuah pengeras bunyi yang dinyalakan.

Bersambung...

Berikutnya: Tulisan Tempe Mendoan Tanpa Spesial
Sumber https://holidincom.blogspot.com/

Related Posts

Matikan AdBlock

Agar blog Ini tetap berjalan, matikan AdBlock atau masukkan blog ini ke dalam whitelist.
Terima kasih.